“Saya juga pernah menjadi atlet pencak silat di sini, bahkan pada usia 16 tahun saya telah menjadi guru pencak silat. Saya pernah mewakili Bengkulu dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 1983,” kata Rosjonsyah.
Lebih lanjut, Rosjonsyah menekankan pentingnya melestarikan seni bela diri tradisional ini.
“Pencak silat bukan hanya soal teknik bertarung dan bertahan, tetapi juga bagian dari budaya. Indonesia adalah satu-satunya negara yang memiliki pencak silat yang diakui secara internasional. Saya berharap ajang ini dapat melahirkan pesilat dan pendekar baru yang berprestasi,” tutur Rosjonsyah.
Ia juga menegaskan bahwa seorang pendekar sejati harus memiliki kecerdasan dan kekuatan serta menggunakan ilmunya untuk membela diri, bukan untuk arogansi atau pamer kekuatan.
“Pendekar sejati adalah mereka yang membela diri, bukan mereka yang memamerkan kekuatan atau bersikap arogan,” tegasnya.
Setelah menyampaikan sambutannya, Rosjonsyah membuka turnamen secara simbolis dengan memukul alat musik dol, kemudian mengadu dua pesilat di atas gelanggang sebagai wasit kehormatan.
Ia juga memberikan penghargaan kepada para atlet berprestasi, termasuk mengalungkan medali kepada juara junior dalam turnamen tersebut.
Turnamen ini akan berlangsung hingga Rabu, 23 Oktober, dengan harapan dapat menjaring lebih banyak atlet pencak silat yang siap bersaing di level nasional maupun internasional.
Penyelenggara berharap kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga dapat mempererat hubungan silaturahmi antar-pesilat dari berbagai daerah di Sumatera.
Sebagai penutup, Rosjonsyah kembali menekankan pentingnya pencak silat dalam menjaga tradisi dan membangun karakter bangsa.
“Mari kita jaga dan lestarikan pencak silat sebagai warisan budaya Indonesia yang telah mendunia. Semoga dari turnamen ini lahir pesilat-pesilat hebat yang akan mengharumkan nama bangsa,” pungkasnya. *** ( Budi. R )